MENGENAL TOKOH-TOKOH TASAWWUF MASA KLASIK, ABAD PERTENGAHAN, MODERN DAN KONTEMPORER.

Oleh : Rilis_Wahyu
Email : riliswahyu87654@gmail.com

Untuk blog kali ini Rilis_Wahyu.Com akan bahas tentang tokoh-tokoh tasawuf mulai dari masa klasik, abad pertengahan, modern, dan kontemporer. Dimana setiap tokoh-tokoh tasawwuf memiliki sudut pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda. Tasawuf ialah ilmu yang berorientalisasi pada disiplin moral yang berasas islam. Tasawwuf bertujuan mendekatkan diri dari  seorang hamba kepada Sang Penciptanya. Membahas tasawwuf dan konsep ilmunya tidak akan lepas dari tokoh-tokoh yang memperkasainya.Tokoh-tokoh tasawwuf atau yang biasa disebut dengan Sufi, beridentik dengan kehidupan sederhana dan ditujukan kepada Allah semata. Dimana kehidupan seorang Sufi sendiri
sudah ada sejak zaman para sahabat Nabi, yakni sejak abad pertama dimana para Sufi mencontoh kehidupan para Khalifah. 

A.TokohTasawwuf pada Masa Klasik
Pada masa klasik atau fase abad pertama Hijriyah, belum bisa sepenuhnya disebut fase tasawwuf, tapi lebih tepat disebut fase ke-zuhud-an. Askestisme (zuhud) diartikan para pelaku sufi sebagai keyakinan yang disebabkan untuk sampai kepada Allah, karena hati tidak akan sampai kepada-Nya apabila masih bergantung pada sesuatu selain
yang dicintai Allah.(1) Tasawwuf pada fase ini lebih bersifat amaliah daripada
bersifat pemikiran. Sekelompok muslim memusatkan perhatian dan memprioritaskan hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar kepentingan akhirat. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, tidur, dan sebagainya.(2)

Tokoh tasawwuf pada masa ini diantaranya sebagai berikut:

1. Hasan Al-Bashri
Nama lengkap beliau adalah Abu Said Al-Hasan bin Yassar Al-Bashri. Lahir pada tahun 21H. Nama ibunya Khairah. Beliau adalah ulama besar, imam besar dan seorang tabi’in besar. Beliau juga seorang ahli
tafsir, ulama fiqih, ahliibadah, dan ulama ahli sunnah. Ilmunya sangat luas dan dalam, menjadi ikutan umat di amsanya dan beliau juga seorang wali.
Beliau juga seorang imam besar di Bashrah.Wafat pada tahun 110 H di Bashrah. Jenazah beliau di antar dan dilepas oleh hampir seluruh penduduk Bashrah.
Adapun Imam Al-Ghazali pernah berkata: “Perkataan Hasan Al-Bashri
mendekati perkataan Nabi Muhammad SAW dan petunjuk yang
di dapatnya hampir sama dengan petunjuk parasahabat.”

dan adanya Kata-kata beliau yang mengandung hikmah diantaranya:
a.Carilah manisnya amal pada 3 perkara,maka apabila telah
mendapatkannya bergembiralah dan teruskan mencapai
tujuannya, dan apabila kamu belum dapat ketahuilah bahwa pintu
masih tertutup, yaitu ketika membaca Al-Qur’an, berdzikir dan
ketika sujud.
b.Siksa bagi orang alim adalah matinya hati.Ketika ditanya:
“bagaimana matinya hati itu?”Jawabnya: “mencari dunia dengan
amal akhirat”.
c.Tuntutlah ilmu tapi jangan melupakan ibadah, dan kerjakanlah
ibadah tapi jangan lupa pada ilmu.(3)

2. Ibrahim bin Adham
Nama lengkapnya adalah Abu Ishak Ibrahim bin Adham. Beliau berasal dari keluarga bangsawan Arab. Lahir di Balkh (wilayah Khurasan). Beliau juga mengembara dan dalam pengembaraannya, Ibrahim bin Adham mencari biaya hidup secara halal. Bahkan beliau pernah tinggal beberapa lama di gua, kemudian pergi ke pasar membawa kayu bakar dan menjualnya. Hasil penjualan kayu bakar tersebut, di sedekahkan kepada orang-orang miskin. Pernah juga bekerja dengan teman-temannya. Beliau seorang ahli tasawwuf. Meninggal dunia pada tahun 161 H, ada pula yang mengatakan beliau meninggal pada tahun 165 H.

Kata-kata beliau yang mengandung hikmah antara lain:
a. Seorang tidak akan mencapai derajat kesalehan kecuali melalui 6 rintangan:
Menutup pintu kemuliaan akan membuka pintu kehinaan; kufur nikmat akan  membuka pintu kesukaran; kebanyakan istirahat akan membuka pintu kesukaran; kebanyakan tidur akan membuka pintu kekayaan; kebanyakan kekayaan akan membuka pintu kemiskinan; dan berlebihan dalam berharapan akan membuka pintu untuk persiapan menghadapi maut.
b. Aku bersahabat dengan sebagian besar ahli ibadah digunung Lubnan, semuanya menasehatiku begini: “kalau engkau kembali ke masyarakat, nasehatilah mereka dengan 4 macam:
orang yang banyak makan maka tidak akan menemui nikmatnya ibadah; yang banyak tidur maka umurnya tidak akan ada berkahnya;  Siapa yang ingin diridhoi Allah SWT, maka jangan mengharap ridho Allah SWT; dan Barang siapa banyak omong yang tidak berguna dan banyak bergunjing, maka ia akan keluar dari agama Islam jadisu’ul khatimah, naudzubillah. (4)

3.Rabi’ ahal-Adawiyah
Rabi’ah al-Adawiyah adalah ulama wanita yang ahlitasawuf. Ajaran tasawuf Rabi’ah al-Adawiyah berisi“cinta dan kasih” yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan Hadits. Pada masa mudanya beliau adalah seorang penyanyi (biduanita) yang terkenal, ia sering menyanyi dan menghibur para penguasa, pejabat dan kaum bangsawan serta orang orang kaya. Kemudian beliau insaf dan bertobat kepada Allah SWT. Sejak saat itu setiap malam yang sunyi dan sepi, beliau pergunakan waktu untuk bermunajat dan beribadah kepada Allah, dengan memohon dan mengharapkan kasih sayang dan rahmat-Nya. Dengan taufik dan hidayah Allah, tercapailah maksud dan tujuan beliau yaitu menjadi orang saleh, menjadi ahli tasawwuf terkenal bahkan sampai menjadi wali. Beliau wafat pada tahun 135 H. 

Kata-kata beliau yang mengandung hikmah antara lain:
a. Alangkah sedikitnya rasa sedihku. Bila engkau benar-benar merasa sedih, maka tidak akan ada kesempatan untuk bersuka-suka.
b. Permohonan ampun kita itu memerlukan pengulang ulangan yang banyak sekali. (5)

B. Tokoh Tasawwuf pada Masa Pertengahan
Abad ketiga dan ke empat H atau lebih tepatnya pada masa pertengahan, pembahahasan mengenai tasawwuf kian meluas dalam bidang akhlak dan mendorong lahirnya pendalaman studi psikologis dan gejala-gejala kejiwaan serta pengaruhnya bagi perilaku. Pada masa pertengahan ini disebut sebagai fase tasawwuf, dimana praktisi kerohanian pada masa sebelumnya digelari dengan berbagai sebutan (zahid, abid, nasik, dsb), kini diawal abad 3 H mendapat sebutan Sufi. (6) 

Kemudian muncul tokoh-tokoh seperti:
1. Ma’rufal-Karkhi
Nama lengkapnya Abu Mahfudz-Ma’ruf Fairuz Al-Karkhy (wafat 200 H/815 M), salah seorang tokoh besar di kalangan syekh Shuffi, yang doanya sangat mustajabah. Dimana kuburnyapun dapat menyembuhkan orang sakit. Bahkan penduduk Baghdad berkata: “kuburan Ma’ruf merupakan obat yang mujarab”. Ma’ruf adalah budak yang dimerdekakan Ali bin Musa Ar-Ridha RA. Dan merupakan guru As-Saqathy.Sary As-Saqathy pernah bermimpi melihat Ma’ruf Al-Karkhy berada dibawah Arasy. Kemudian Allah SWT berfirman kepada paramalaikat-Nya,“siapakah orang ini?” Para malaikat menjawab,“Engkau lebih Maha Tahu wahai Tuhan.” Lalu Allah SWT berfirman: “Ini adalah Ma’ruf Al Karkhy. Ia mabuk karena mencintai-Ku, dan tidak akan sadar kecuali bertemu dengan-Ku.” (7)

2. Abu a- Hasan Surri al-Saqti
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Surri al-Muglisial Saqti. Dia adalah murid Ma’ruf al-Karkhi dan paman al-Junaidi dan merupakan tokoh sufi terkemuka di Bagdad. Ia meninggal pada tahun 253 H/867 M dalam usia 98 tahun.
Dalam sejarah sufi ia terkenal sebagai pelopor dalam membahas soal “tauhid” dan merupakan orang yang paling wara’  pada masanya. Di antara kata katanya yang menggambarkan tentang akhlak dan pendidikan moralialah “Kekuatan paling dahsyat ialah nafsu, karena itu hendaknya kau  mampu  mengendalikannya.  Dan barang  siapa tidak mampu mengendalikan dirinya, niscaya dia lebih tidak mampu lagi mengendalikan orang lain.”
Selanjutnya, dia juga pernah berkata  “Empat moral utama seorang hamba, yaitu meningkatkan sifat wara’nya, meluruskan kehendaknya, melapangkan dadanya bagi makhluk lain dan memberikan nasihat kepada siapapun”. Dan katanya lagi Ada empat hal yang harus tetap lestari dalam kalbu seseorang:
1). Rasa takut hanya kepada Allah.
2). Rasa harap kepada Allah.
3). Rasa cintahanya kepada Allah.
4). Rasa akrab hanya kepada Allah.
Tampaknya, al-Saqti berpendapat bahwa untuk pendidikan moral hingga tercapai keselamatan lahir dan batin. Orang harus menyendiri dari oran g banyak untuk mengkonsentrasikan perhatian dan memusatkan tujuan. Dalam hal ini, dia pernah berkata “Barang siapa,yang ingin keselamatan agamanya, kesejahteraan badannya dan sedikit duka citanya, maka hendaklah ia menyendiri (‘uzlah) dari orang banyak”.
Dalam menjalankan ajaran tasawuf, dia beramal siang-malam untuk  mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan penuh khusu’ dan tawadu’. Siang dan malam yang dia lalui tidaklah berarti tanpa di isi dengan ibadah dan pengabdian. Karena hanya dengan memperbanyak ibadah dan pengabdian itulah, menurutnya dia dapat bertemu dengan Tuhan, dan pertemuan dengan Tuhan itu meruakan puncak keabadian yang sejati.
Dengan terkonsentrasinya pikiran dan perasaan, hilangnya tabir antara seorang sufi dengan Tuhan maka tidak ada lagi yang dirasa dan dipikirkannya kecuali wujud Tuhan. Keadaan seperti ini di sebut  fana’ yang dipahami sebagai hilangnya sensasi, sehingga ia tidak merasa lagi adanya wujud yang lainnya. (8)

3. Abu Sulaimanal-Darani
Nama lengkapnya adalah Abu Sulaiman–Abdurrahman bin Athiyah Ad-Darany (wafat 215 H/830 M) dari desa Daran, salah satu wilayah di Damaskus. Diantara ucapannya, “Barang siapa berbuat kebajikan sepanjang hari, maka akan dicukupi di malam hari. Barang siapa berbuat kebajikan di malam hari, maka akan dicukupi siang harinya. Siapa yang meninggalkan syahwat, Allah SWT akan menghilangkan syahwat itu dari hatinya, dan Maha Pemurah dari sekedar menyiksa hati karena adanya syahwat yang ditinggalkan demi menujuk epadaNya.” Al-Junaid mengatakan bahwa Abu Sulaiman berkata; “Terkadang beberapa hari dalam ahtiku ada cacian yang menjadikan cacatnya kaum Shufi. Aku tidak menerimanya kecuali dengan 2 saksi yang adil, yaitu Al-Kitab dan Sunnah.” Katanya pula, “Aku tertidur ketika sedang wirid. Tiba-tiba aku berjumpa bidadari, yang berkata kepadaku: ‘Engkau tidur sedang aku menunggumu dalam pingitan selama 500 tahun. (9)

C. Tokoh Tasawwuf pada Masa Modern
Pada fase Abad kelima H (masa modern), fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawwuf dengan dasarnya yang asli yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits atau sering disebut dengan tasawwuf sunni yakni tasawwuf yang sesuai tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawwuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi sunnah Nabi dan sahabatnya. (10)

Tokoh tasawwuf pada masa ini adalah:
1. Al-Qusyairi
Nama lengkap beliau adalah Abu Qasim Abdul Karim bin Hawazan Al-Qusyairi, biasa dipanggil dengan Al-Qusyairi saja. Beliaulah pengarang kitab tasawuf “Risalah Al-Qusyairiyah” seteba l186 halaman. Kitab ini disyarahi oleh Zakaria Al-Anshari. Imam Al-Qusyairi wafat pada tahun 466 H.
Kata-katanya yang mengandung hikmah ialah: “Dzikir itu symbol wilayah (kewalian), dan  merupakan pelita hidup. Sebab segala amal perbuatan itu ditujukan untuk berdzikir. Dzikir itu bagaikan jiwa dari segala amal, sedang kelebihan dzikir dan keutamaannya tak dapat dibatasi.” (11)

2. Al-Ghazali
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muhammad bin AhmadAl-Imam Abu Hmid Al-Ghazali. Beliau termasyhur dengan sebutan Hujjatul Islam. Dilahirkan di Thus, suatut empat di Khurasan (Iran), pada tahun 450 H atau pada tahun 1058M. Ayahnya adalah orang miskin yang saleh. Penghidupannya bertenun memintal benang dari bulu. Beliau sangat senang berkunjung kepada alim ulama untuk belajardan memetik ilmu pengetahuan dan juga untuk memberikan bantuan kepada mereka. Ketika mengikuti pelajaran dari gurunya, ayah Al-Ghazali ini sering menangis serta berdoa memohon kepada Allah, semoga di karuniai putera-putera yang pintar dalam agama. Akhirnya beliau benar-benar di karuniai Allah 2 orang putera, yaitu Al-Ghazali dan Ahmad adiknya. Ayahnya wafat semasa Al-Ghazalimasih kecil, kemudian Al-Ghazali dan adiknya di didik oleh seorang ahli tasawwuf sesuai dengan wasiat sang ayah, karena itu ajaran ilmu tasawwuf sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan jiwa Al-Ghazali. (12)
Selang beberapa tahun kemudian, beliau melakukan beruzlah (mengasingkan diri) untuk ibadah. Selama beruzlah itu, terbukalah rahasia yang beliau peroleh dan tak terhitung jumlahnya. Beliau yakin benar-benar bahwa kaum Shufi yahitulah yang betul-betul telah menempuh jalan yang dikehendaki Allah SWT. Menurut beliau setelah menempuh jalan Shufiyah itu, jelas baginya hakekat kenabian dan khasiatnya. Jadi tak heran jika tulisan dan karangan Imam Al-Ghazali bercorak tasawwuf, karena Al-Ghazali sendiri sudah mempelajari, menyelidiki, dan mengalami cara-cara hidup kaum Shufiitu. Begitulah kira-kira isi kitab beliau yang mashyur yaitu Ihya’ Ulumuddin dan Minhajul Abidin. (13)

D. Tokoh Tasawwuf pada Masa Kontemporer
Tasawwuf pada masa kontemporer atau pada fase Abad 6-9 H dan sesudahnya, ditandai dengan munculnya tasawwuf falsafi yakni tasawwuf yang memadukan antara rasa (dzauq) dan rasio (akal), tasawu bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. (14)

Tokoh-tokohnya antara lain:
1. Ibn Arabi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Tha’ IAl-Haitami Al-Andalusia. Ia terkenal dengan panggilan Muhyiddin Ibnu Arabi. Ialahir di Murcia, Andalusia, Spanyol, tahun 560 H (1164 M) dari keluarga terpandang dan wafat pada tahun 638 H. Orang tuanya sendiri adalah  seorang sufi yang memiliki kebiasaan berkelana. (15)
 Ajaran-ajaran Tasawwufnya yakni Wahdah Al-Wujud. Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdah alwujud (kesatuan wujud). Istilah ini sebenarnya tidak berasal dari dirinya, melainkan dari Ibnu Taimiyah yang merupakan seorang tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran tersebut. Namun, Ibnu Taimiyah yang telah berjasa dalam mempopulerkan ajaran ini di tengah masyarakat Islam. Menurut Ibnu Arabi, kata wujud hanya di berikan kepada Tuhan. Pada kenyataannya, Ibnu Arabi juga menggunakan kata wujud untuk sesuatu selain Tuhan. Namun, ia mengatakan bahwa wujud yang ada pada alam adalah wujud Tuhan yang di pinjamkan ke padanya. Untuk memperjelas perkataannya itu, Ibnu Arabi memberikan contoh bahwa cahaya adalah milik matahari, namun cahaya itu dipinjamkan kepada para penghuni bumi. Dalam kitabnya Ibnu Arabi, Al-Futuhat Al-Makkiyah menuturkan bahwa Allah adalah wujud mutlak, yaitu Zat yang mandiri, yang keberadaannya tidak disebabkan oleh suatu sebab apa pun itu. (16)
Insan kamil adalah nama yang di pergunakan oleh kaum sufi untuk menanamkan seorang muslim yang telah sampai ke tingkat tertinggi. Tingkat tertinggi itulah menurut sebagian sufi ketika seseorang telah sampai pada fana’ fillah. 43 Menurut Ibnu Arabi, manusia terhimpun rupa Tuhan dan rupa alam semesta. Manusia adalah wujud Dzat yang suci dengan segala sifat dan asma-Nya. Ia adalah sebuah cermin dimana Tuhan menampakkan diri-Nya. Dalam pandangan Ibnu Arabi, insan kamil tidak dapat di pisahkan kaitannya dengan nur Muhammad. Menurutnya, ada beberapa jalan yang harus dilalui untuk mencapai ke tingkat insan kamil melalui pengembangan daya institusi atau dzauq, yakni:
a. Fana yaitu sirna di dalam wujud Tuhan hingga kaum sufi menjadi satu dengan-Nya.
b. Baqa yaitu kelanjutan wujud bersama Tuhan sehingga dalam pandangannya wujud Tuhan ada pada kesegalaan ini. (17)

2. Umar Ibn Al-Faridh
Salah seorang sufi yang menjadikan syair sebagai media dalam mentransformasikan pemikiran mistisnya adalah syaikh Umaribn al-Fârîdh. Sufi yang dipandang sebagai yang terbesar yang dimiliki Mesir. Ia di lahirkan di Kairo pada tanggal 4 Dzulkaidah 576 H, dan meninggal pada tanggal 2 Juma di lawal 623 H, di al-Qarafa, dia tas bukit al-Mukattham  tempatia biasa berkhalwat dalam suluknya. Makamnya masih  tetap terpelihara sampai saat ini.
Nama lengkapnya adalah Syarafuddin Umar bin Ali bin al-Mursyid
Ibn al-Fârîdh. Gelar al-Fârîdh di belakang namanyadinisbahkan kepada ayahnya yang seorang faqîh dan ahli' ilm al-farâ'idh, yaitu ilmu yang berkaitan dengan hukum waris dalam Islam, dan orang yang ahli di bidang ini biasa disebut al-Fârîdh.
Menurut penuturan ibn al-'Imâd dalam karyanya Syadzarât al-Dzahab, ibnal-Fârîdh tumbuh dewasa di bawah asuhan ayahnya dalam kehidupan yang jauh dari pesona duniawi, di liputi ibadah, religius, bahkan bercorak asketis serta penuh ke damaian. Dia kemudian belajar ilmu hadits kepada ibn' Asâkir dan al-Hâfizhal Mundziri. Setelah itu, mungkin karena pengaruh ayahnya, ia lebih menyukai jalan para sufi serta hidup secara asketis. Sebagai seorang penyair sufi, ia gemar mengembara dengan tujuan membersihkan jiwa dan menyempurnakan ruh. 
Berbicara tentang ibn al-Fârîdh berarti berbicara tentang syair, karena ia tidak menulis prosa sama sekali. Ibnal Fârîdh menurunkan pengalaman-pengalaman mistiknya dalam sejumlah kecil syair-syair pujian yang kemudian dikumpulkan ke dalam sebuh Dîwân kecil yang bernama Dîwâni bnal-Fâridh. 
Ibnal-Fârîdh, menurut para pengkaji sastra sufi, di anggap sebagai Penyai rmistik paling besar dalam sastra Arab. Ia dikenal dengan keistimewaannya menggubah syair-syair cinta ketuhanan. Ia juga dikenal sebagai seorang penyair sufi yang sangat peka dan halus perasaannya. Apabila ia melihat sesuatu yang indah, maka keindahan itu akan langsung dirasakannya. Dengan penghayatan yang mendalam, ia pun menyatu dengan keindahan itu, dan kemudian terciptalah bait-bait syair yang penuh dengan gairah dan kelembutan cinta. Namun diantara untaian keindahan dan kehalusan gaya pengung kapan itu, kadang-kadang tersembulna dan ada angkuh dari seorang pencinta sejati. Ibnal-Fârîdh mengaku bahwa dirinya adalah pemimpin para pencinta Allah. Cintanya kepada Allah melebihi dari cinta siapapun kepada-Nya. Dan setiap yang ingin mencintai-Nya harus mengikuti bagaimana cara dia mencintai Allah. (18)

3. Ibn Sabi’in
Nama lengkapnya adalah Abdul Haqq bin Ibrahim Muhammad bin Nashr. Ia merupakan kelompok sufi yang juga filsuf dari Andalusia. Ia terkenal di Eropa karena tanggapannya atas pernyataan Raja Frederik II, penguasa Sicilia. Ibnu Sab’in lahir pada tahun 614 H (1217-1218 M) di kawasan Murcia, Spanyol. Ibnu Sab’in mempunyai asal-usul dari kalangan Arab. Ia mempelajari bahasa dan sastra Arab pada gurunya. Ia mempelajari ilmu agama dari Mahzab Maliki, ilmu logika, dan filsafat. 
Ajaran-ajaran tasawufnya yakni Ibnu Sab’in adalah seorang penggagasan sebuah paham dalam kalangan tasawuf Falsafi, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Dalam paham ini,Ibnu Sab’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Wujud Allah menurutnya adalah segala yang ada pada masa lalu, masakini, dan masa depan. Sementara itu, wujud materi yang tampak justru ditujukan pada wujud mutlak yang rohaniah. Dengan demikian, paham ini menafsirkan wujud bercorak spiritual dan bukan material. (19) Ibnu Sab’in mengembangkan pahamnya tentang kesatuan mutlak keberbagai bidang bahasan filosofis. Menurutnya, jiwa dan akal budi tidak mempunyai wujud sendiri, tetapi wujud keduanya berasal dari yang satu dan yang satu tersebut justru tidak terbilang. Menurutnya, latihan-latihan rohaniah praktis yang dapat mengantar pada moral luhur, tunduk di bawah konsepsinya tentang wujud misal dzikir. (20)

4. Ibn Masarrah
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Masarrah (269-319 H). Ia merupakan seorang sufi sekaligus filsuf dari Andalusia, Spanyol. Menurut Musthafa Abdul Raziq mengatakan bahwa Ibnu Masarrah termasuk sufi Ittihadiyyah. Awalnya Ibnu Masarrah merupakan penganut aliran Mu’tazilah, tetapi ia berpaling pada madzhab Neo-Platonisme. Oleh karena itu, ia dianggap mencoba untuk menghidupkan kembali filsafat Yunani Kuno. Walau demikian, Ibnu Masarrah tergolong seorang sufi yang memadukan paham sufi stiknya dengan pendekatan filosofis. (21)

Diantara ajaran-ajaran Ibnu Masarrah adalah sebagai berikut:
1. Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud, dan mahabbah, yang merupakan asal dari semua kejadian.
2. Dengan penakwilan ala Philun atau aliran Isma’i liyyah terhadap ayat-ayat Alquran, ia menolak adanya ke bangkitan jasmani.
3. Siksanerakabukanlahdalam bentukyanghakikat. (22)

My Refleksi
Sebagai generasi muda muslim kita jangan sampai lupa jas merah (jangan lupa sejarah), diamana yang dimaksud dengan sejarah disini yaitu sejarah tentang ilmu tasawwuf dan diusahakan bisa mengamalkan ilmu ini. Pada dasarnya ilmu tasawwuf mengajarkan suatu metode disiplin untuk mendekatkan diri atau ber-taqarrub kepada Sang Pencipta. Dimana tasawwuf sudah mengalami perubahan dari masa ke masa patut kita pelajari, filter, dan mengambil hikmahnya. Karena sebagai bentuk mempersiapkan diri menuju kehidupan yang hakiki. Sebagai penghargaan patutlah kita mengingat jasa-jasa para tokoh tasawwuf dari setiap masa ke masa. Sebab keilmuanya dan adabnya kita bisa mencontoh secara kongrit sehingga kita bisa lebih mudah mengamalkan setiap perintah Allah dan menjauhi larangannya. Maka dari itu, mari kita doakan para tohoh tasawwuf dimuliakan disisinya, segala ilmu jariahnya terus mengalir, ilmu-ilmunya bisa kita teruskan, diamalkan, dan dikembangkan untuk maju dari masa ke masa.

Keseluruhan dari tasawwuf ialah adab.
Setinggi apapun gelar yang melekat padamu,
Patutlah kau tahu Gelarmu hanya sesobek kertas.
Keilmuanmu bisa dilihat dari adabmu.
@Rilis_Wahyu

Sekian blog kali ini, thanks buat sahabat baca...sukses selalu

Referensi:
1. Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, Cet. ke-12, (Jakarta: IKAPI, 2010), h. 250-251.
2. Eep S. Nurdin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan Grafika Solution, 2020), h. 16.
3. Musa Al-Qudsy, “MenggapaiTingkatanShufi&Waliyullah”,(Surabaya: AMPEL MULIA Surabaya, 2005), h. 285.
4. Ibid, h. 289-290.
5. Ibid, h. 287.
6. Eep S. Nurdin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan Grafika Solution, 2020), h. 17.
7. Musa Al-Qudsy, “MenggapaiTingkatanShufi&Waliyullah”,(Surabaya: AMPEL MULIA Surabaya, 2005), h. 306.
8. http://novapuspitaningrat-npn.blogspot.com/2011/03/tasawuf-abad-iii-dan-ivhijriyah.
html?m=1,diakses pada19 September 2020 pukul 20.00 WIB.
9. Musa Al-Qudsy, “MenggapaiTingkatanShufi&Waliyullah”,(Surabaya: AMPEL MULIA Surabaya, 2005), h. 303.
10. Eep S. Nurdin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan Grafika Solution, 2020), h. 18.
11. Musa Al-Qudsy, “MenggapaiTingkatanShufi&Waliyullah”,(Surabaya: AMPEL MULIA Surabaya, 2005), h. 293.
12. Ibid, h. 294.
13. Ibid, h. 296.
14. Eep S. Nurdin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Bandung: Aslan Grafika Solution, 2020), h. 19.
15. Munawir, 20 Tokoh Tasawuf Indonesia dan Dunia, (Temanggung: CV. Raditeens, 2019), h. 49.
16. Munawir, 20 Tokoh Tasawuf Indonesia dan Dunia, (Temanggung: CV. Raditeens, 2019), h. 51.
17. Ibid, h. 53.
18. Idrus Al-Kaf, Pemikiran Sufi stik Syaikh Umar Ibn Al-Faridh dalam Diwan Ibn Al-Faridh, Jurnal: Intizar, Vol. 20, No. 1, 2014.
19. Munawir, 20 Tokoh Tasawuf Indonesia dan Dunia, (Temanggung: CV. Raditeens, 2019), h. 62.
20. Ibid, h. 63.
21. Ibid, h. 65.
22. Ibid, h. 66.


@Rilis_Wahyu
#rilisyanglagirindu
#jangankautanyasiapakarnaakupuntaktau







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Dan Indikator Pembelajaran Mata Pelajaran Aqidah Akhlak MTs

Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Dan Indikator Pembelajaran Mata Pelajaran Aqidah Akhlak MI

MAQOMAT TAUBAT DAN SABAR UNTUK MERAIH MAH'RIFAT TUHAN